Jumat, 18 November 2011

Suporter Cilik di Arena Sea Games





Palembang: Beberapa venue Sea Games XXVI  di Jakabaring Sport City (JSC) selalu diramaikan teriakan penonton dan suporter. Tak hanya orang dewasa, terdapat juga anak-anak dengan kepolosannya.
Meski berasal dari Sumsel, mengaku sebagai orang yang dikirim dari Vietnam, Myanmar, Malaysia, Brunai, Kamboja, Thailand, ataupun Laos, dan  Singapura, masih akan diterima. Karena memang garis wajah negara-negara peserta Sea Games memang tak jauh beda.

Seorang penonton di venue atletik bahkan tak percaya kalau pelari Vietnam yang naik podium itu bukan orang Indonesia. ”Mirip sekali, kulitnya, postur badannya, bahkan wajahnya. Cuma matanya, memang agak meragukan,” ujarnya tak percaya kalau sang atlet itu bukanlah tim merah putih.
Karenanya, para suporter anak-anak yang dikerahkan oleh panitia untuk mendukung tim negara tamu bisa langsung ”nempel” dengan koodinatornya yang biasanya berasal dari negera bersangkutan.
Meskipun terkadang tetap ada kejadian-kejadian dan hal-hal lucu. Namanya juga anak-anak.

Di venue yang mempertandingkan sepak takraw misalnya, ketika berhadapan tim beregu Filipina dan Indonesia, terkadang suporter ’pinjaman’ ini lupa kalau mereka harusnya mendukung Filipina.
Ketika Indonesia terpojok, mereka justru meneriakkan ”Ayo Indonesia. Ayo merah putih.... ” Ketika sang koodinator mengingatkan para siswa yang  memegang bendera Filipina, barulaha mereka sadar dan mengganti teriakan dan yel-yelnya.   
Begitu juga di venue Aquatic. Kala ada pertandingan, maka akan terlihat suporter anak-anak yang mengenakan kaos sesuai negara yang akan mereka dukung.
Bagi anak-anak ini, mereka merasa bangga bisa masuk ke venues dan menjadi suporter. “Bangga, ladas (senang, red). Bisa menjadi warga negara lain. Kaosnya bisa dibawa pulang. Benderanya bisa jadi koleksi,” ujar Angga, siswa SD negeri di Palembang.
Bukan hanya di da venues tersebut suasana serupa ditemui. Tetapi hampir di semua venue. Termasuk di venues yang mempertandingkan tenis yang banyak aturannya. Tetapi dengan kepolosonnya, mereka bebas saja berteriak dan mengomentari aksi atletnya.
Begitu juga di venue atletik, gulat, senam, voli pantai, tinju, dan voli indoor. Mereka hanya jarang terlihat di venue menembak, catur, brigde ataupun bilyar. Karena memang para atlet biasanya memang membutuhkan ketenangan.
Tidak hanya anak SD, murid dari tingkatan SMP dan SMA pun menjadi suporter pinjaman di ajang event dua tahunan ini. Ada anak SMA yang dikordinir menjadi supoter Thailand, atau Singapore dan negara lainnya. Dengan kostum beraneka ragam dari mulai sepatu, celana panjang, baju hingga bendera mereka diberikan cuma-Cuma sampai kepada uang transportasi disiapkan. Sementara Indonesia, cukup memakai seragam sekolah, sepatu sekolah, topi dari sekolah dan dikordinir tanpa diberi apa-apa.
Fenomena di atas, terjadi selama pelaksanaan SEA Games XXVI berlangsung di Palembang.
Beberapa tanggapan minor sempat diarahkan ke para suporter ini yang dinilai rasa nasionalismenya tidak ada. Apalagi, mereka masih anak-anak yang perkembangan jiwanya masih labil dan mudah terpengaruh.
Tapi hal ini dibantah oleh Ketua Inasoc Sumsel, Muddai Madang.menurutnya, kehadiran para suporter tersebut hanya sekedar meramaikan suasana dan memberikan support bagi para atlet. ‘Teriakan bisa menjadi doping dan penambah semangat. Kan tidak mungkin mereka membawa suporter dari negaranya. Makanya, kami fasilitasi,”ujarnya.
Lain lagi apa yang dikatakan Kepala Bidang Olahraga Dinas Pendidikan Palembang, Zulfaini M Rofi pihak yang menyiapkan reporter selama berlangsungnya SEA Games XXVI. Ada ribuan suporter yang disiapkan pihak panitia. Jika satu sekolah saja 100 orang ya hitung sendiri berapa jumlah yang disiapkan. “tapi tergantung permintaan. Cuma biasanya pihak sekolah yang suka menelepon duluan. Biasanya mereka tanya jadwal pertandingan,‘ kata Zulfaini.
Dia menyebut suporter yang “dipinjami‘ negara lain itu sebagai suporter yang netral. Pengalaman di Laos katanya, memang disiapkan suporter netral oleh pihak panitia. “Sebagai panitia Indonesia harus menjadi tuan rumah yang baik. Jadi saya tidak mengerti kalau ada pandangan yang keliru, dibilang tidak punya rasa nasionalislah, penghianatlah atau tidak bela negaralah. Itu semua pandangan yang salah. Masa‘ sedangkal itu cara berfikir kita. Tidak ada juga istilah suporter bayaran. Cuma mungkin mereka diberi ongkos transpor itu iya,‘ katanya.
Lain lagi Wali Kota Palembang Eddy Santana Putra. Dia tidak menampik Pemerintah Kota Palembang melalui Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) memang diminta oleh INASOC untuk menyediakan suprter guna menyemarakkan SEA Games “Tapi saya yakin, nasionalisme tidak luntur. Dukungan untuk tim Indonesia tetap banyak,‘ ujarnya.
Bagaimanapun, olahraga adalah untuk kesehatan dan prestasi. Tetapi, pertandingan tetap membutuhkan atmosfer yang segar. Karenanya, kehadiran suporter dibutuhkan. Biar lebih semarak, lebih hidup. Meski terkadang harus menunggu berjam-jam di pintu masuk, para anak-anak ini tetap semangat.Meskipun negara yang didukungnya, mereka tetap tertawa ketika meninggalkan venues dan kembali bercengkerama dengan temannya yang mendukung tuan rumah. (sh/muhamad nasir)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tulis komentar dan tanggapan Anda, terima kasih