Jumat, 18 November 2011

Jakabaring Sport City Bermetamorfosis ke Jakabaring Sport School



*Bandingkan dengan Singapura Sport School


Palembang:
Jakabaring Sport City (JSC) harus bermetamorfosis ke Jakabaring Sport School (JSS). Ini mengingat pascaperhelatan multi cabang se-Asia Tenggara yang akan berakhir 22 November mendatang, dikhawatirkan venue-venue yang megah dan berstandar internasional itu akan terbengkalai.
Berbagai wacana telah digulirkan oleh berbagai pihak, termasuk Gubernur Sumsel H Alex Noerdin dan Menpora Andi Malarangeng. Pihak DPR pun telah memberikan lampu hijau.  Sehingga, nantinya JSC bisa berkembang menjadi kawasan terpadu JSS.
Komisi X DPR RI mendukung penuh gagasan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) untuk mendirikan Universitas Olahraga Internasional di kawasan Jakabaring Sport City (JSC). Hal itu dikemukakan anggota sekaligus juru bicara Komisi X DPR RI Dedy Gumelar alias Miing Bagito saat melakukan kunjungan kerja(kunker) bersama 10 anggota lainnya ke kawasan Jakabaring Sport City (JSC) Palembang, Jumat (18/11).
Sebelumnya, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi A Mallarangeng juga telah menyatakan hal serupa,yakni wacana untuk mendirikan sekolah tinggi olahraga di kawasan JSC. Menurut Andi, gagasan yang dilontarkan Gubernur Sumsel Alex Noerdin itu dapat mengangkat olahraga Indonesia ke level yang lebih tinggi.
Sebagai perbandingan, SH tahun lalu berkesempatan mengunjungi Singapore Sports School (SSS). SSS yang telah beroperasi sejak 2 April 2004 itu memiliki sekitar tujuh hektar arealnya dan fasilitas pengembangan dan pendidikan olahraga prestasi yang mencukupi, hingga kini berhasil mencetak banyak atlet berkelas internasional.
Bandingkan dengan JSC  yang memiliki luas 323 ha, dengan berbagai venue berstandar internasional, seperti venue aquatic,atletik,  menembak, senam, tenis, angkat besi, stadion gelora jakabaring, dan wisma atlet.
Singapura ternyata belajar dari Sekolah Olahraga Ragunan di Jakarta untuk mengembangkan atlet berprestasi secara utuh sejak usia dini di negaranya.
Rektor SSS, Deborah Tan, didampingi beberapa direktur dan stafnya, mengakui sekolah itu telah belajar pula dari sekolah serupa yang lebih dulu ada di Ragunan, Indonesia.  "Kami juga mengambil ilmu dari Sekolah Olahraga Ragunan di Jakarta yang terkenal di Asia Tenggara itu," kata Deborah. 

Mereka juga menerima siswa dari negara lain, dan menarik pengajar maupun pelatih olahraga tertentu dari negara lain, termasuk Indonesia untuk pelatih bulu tangkis," kata Deborah lagi.

Menurut Basri Yusuf, Kepala pelatih Akademi Bulu Tangkis SSS, seharusnya Indonesia dapat terus mengembangkan sekolah olahraga serupa Ragunan itu, termasuk di daerah-daerah untuk mendukung peningkatan prestasi atlet olahraga di tingkat internasional.

Basri menilai sampai saat ini Indonesia cenderung mengabaikan pembinaan prestasi secara terpadu atlet sejak usia dini, antara lain melalui sekolah olahraga yang ada. Para atlet dari sekolah olahraga di Indonesia, menurut dia, seharusnya terus dibina dan dipantau dengan peran pemerintah di dalamnya. 



"Jangan sepenuhnya menyerahkan atlet pelajar yang berprestasi hanya kepada klub masing-masing. Pembinaan dan pemantauan oleh pemerintah mesti terus dijalankan, sehingga prestasi atlet pelajar itu terus meningkat," kata dia.
Memang  tidak cukup hanya mengandalkan bakat dan talenta individual untuk mencetak atlet handal nasional agar bisa berprestasi gemilang.
Ternyata keberadaan sekolah olahraga di suatu daerah atau negara diharapkan dapat berperan mendorong kemunculan atlet handal melalui pendidikan dan pembinaan sejak dini, termasuk memadukan bakat dan talenta dengan dukungan pembinaan prestasi secara berjenjang dan berkelanjutan.

Tak Sekadar Cetak Atlet
Pimpinan (Kepala Sekolah) Singapore Sports School (SSS), Deborah Tan, didampingi para direktur dan staf, menjelaskan bahwa sekolah yang berdiri 2 April 2004 itu  telah berhasil mencetak atlet berprestasi.
Atlet dari sekolah ini, antara lain berhasil menggapai gelar pada lima kejuaraan dunia, menjadi peserta dalam Olimpiade Beijing tahun 2008, meraih dua medali emas pada Asian Games, satu medali emas Kejuaraan Persemakmuran, meraih 23 emas, 18 perak, dan 9 perunggu pada ajang SEA Games.


Masih banyak prestasi pada kejuaraan dunia, Asia Tenggara, Asia, termasuk pada kejuaraan tingkat yunior, dan meraih sejumlah gelar kejuaraan nasional beserta pemegang rekor nasional berbagai cabang olahraga di daerahnya.
Tao Li, atlet asal SSS merupakan pemegang rekor Asia pada cabang renang gaya kupu-kupu wanita tahun 2008, dan Sherman Cheng, peraih medali emas cabang layar pada Asian Games.

Menurut Deborah Tan, Kepsek SSS itu, sekolah olahraga ini memadukan kemampuan akademik untuk mendukung prestasi pelajar dan atlet Negeri Singa itu, misi utama mereka adalah mencetak atlet juara yang berkarakter ("Learned Champions with Character").
Karakter diperlukan oleh seorang juara. Juara tanpa karakter, dia akan terombang-ambing tak tentu tujuan. Namun karakter akan memperlancar sang juara untuk menembus kejuaraan satu dan berikutnya. Dan tentunya karakter akan membikin seseorang siap menjadi juara.
SSS mengaplikasikan antara dua perspektif tentang olahraga yakni baik sebagai praktik sosial (social practices) atau kelembagaan sosial (social institution). Sebagai praktik sosial, siswa akan belajar banyak tentang nilai-nilai olahraga, melalui interaksi yang dinamis selama latihan dan bertanding. Dalam upaya meningkatkan prestasi, para siswa akan mengalami proses kooperatif dan konflik dengan rekan dan pelatih, berasosiasi dengan kelompok lain. Kemenangan dan kekalahan akan menjadi pelajaran berharga bagi sang atlet dalam pengembangan kepribadiannya.
Sebagai kelembagaan sosial, para siswa yang menjadi atlet nantinya bisa menjadi atlet yang terkenal bahkan kaya dan populer. Sehingga mereka bisa memiliki status sosial yang tinggi. Untuk itu SSS juga memberikan bekal para siswa dengan hal yang tak berkaitan dengan olahraga yang bakal membentuk karakternya nanti.


Kampus sekolah yang siswanya kini harus melaksanakan kurikulum pendidikan berlangsung selama 6-7 tahun dari semula hanya empat tahun, mengembangkan sembilan cabang olahraga utama, yaitu renang, bulu tangkis, tenis meja, menembak, boling, atletik, sepak bola, netball (semacam bola basket), senam, dan beberapa cabang olahraga seperti triatlon.
Fasilitas untuk semua cabang olahraga itu terlihat sangat lengkap berada pada areal seluas tujuh hektare, antara lain kolam renang berstandard internasional (olimpiade), dengan dukungan kurikulum dan pengajar serta pelatih yang handal.
Tidak kalah dengan sekolah umum, di SSS juga menggunakan silabus pendidikan yang sama dengan sekolah formal lainnya. Sehingga para siswa juga siap untuk mengikuti ujian akhir pada tiap tingkat pendidikannya sesuai peraturan di Singapura. SSS juga melakukan sistem pembelajaran online.
Soal seleksi siswa, sedikit SSS berbeda dengan sekolah pada umumnya. Sebab ada satu sesi dimana para calon siswa harus mempresentasikan rencana mereka di bidang olahraga dan prestasi yang ingin dicapai.
Perjalanan Panjang
Untuk mendirikan sekolah ini, ternyata perlu perjuangan panjang sejak tahun 1990, melalui pembahasan bersama oleh semacam KONI-nya Singapura, dengan kementerian terkait di negara itu, serta melibatkan kalangan organisasi cabang olahraga setempat.
Sejumlah pejabat terkait juga harus melakukan studi banding mengunjungi sekolah olahraga di Malaysia, Thailand, dan Hongkong. Setelah itu, sejumlah upaya dijalankan, termasuk membuat perencanaan sekolah olahraga di yang akan dibangun, menyiapkan infrastruktur serta pengorganisasiannya.

Tim pelaksananya mulai bekerja tahun 2001 hingga 2002, sampai pada 18 Maret 2002 berhasil membuat model arsitektur SSS yang diinginkan bersama.
Rencana yang disepakati itu, akhirnya dijalankan melalui pembangunan sarana dan prasarana SSS di lokasi yang ditentukan.

Bersamaan itu pula, mulai diseleksi para calon siswa, dari sekitar 150 pelamar masuk menjadi hanya 141 siswa baru SSS pertama yang memulai pendidikan mereka pada 5 Januari 2004.



Sekolah ini baru diresmikan pada 2 April 2004 melalui acara seremonial yang dihadiri oleh PM Singapura, Goh Chok Tong.
Sekolah ini memiliki Akademi Ilmu Olah Raga, satu-satunya di Singapura. Staf-nya terdiri dari biomechanist, ahli fisiologi olahraga, psikolog olahraga, tiga ahli fisioterapi, dua pelatih fisik  dan ahli gizi.
Sejak itulah, para siswa SSS bersama guru pembimbing dan pelatih serta pimpinan sekolah berupaya mewujudkan visi dan misi mereka, antara lain untuk mengembangkan kemampuan siswanya secara unggul agar dapat menjadi atlet yang bisa menggapai reputasi dan prestasi internasional.

Memang kita tidak seratus persen meniru pola SSS, tetapi paling tidak pendirian sekolah olahraga dengan venue-venue berstandar internasional  yang telah dimiliki merupakan langkah strategis. Fasilitas sudah tersedia, tinggal memanfaatkannya.(sh/muhamad nasir)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tulis komentar dan tanggapan Anda, terima kasih